1. Latar Belakang

            Proklamasi merupakan titik kulminasi perjuangan bangsa Indonesia, oleh karena itu semenjak bangsa Indonesia menyatakan kemerekanaannya 17 Agustus 1945 sebenarnya kita telah  memiliki ideologi permanen dalam menyatukan seluruh komponen bangsa mulai ras, suku, agama, dan budaya. Pancasila sebagai ideologi negara sudah sepatutnya menjadi pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun, tak sedikit komponen bangsa yang kurang memahami ideologi ini. Hal ini ditunjukkn dengan  masih terjadinya perdebatan beberapa kelompok masyarakat tentang ideologi bangsa, padahal Pancasila telah dirumuskan oleh para pendiri bangsa yang mewakili  berbagai komponen bangsa kala itu. Ketidakpahaman pada ideologi ini lebih disebabkan faktor fanatisme agama dan berkembangnya primordialisme dikalangan tertentu.

            Berkaitan dengan upaya pelestarian dan pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara secara historis telah ada upaya untuk melembagakan. Pada 1978 lahirlah Ketetapan MPR No. II/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P-4), atau Ekaprasetya Pancakarsa. Saat itu P-4 diharapkan jadi sarana mewujudkan kesatuan bangsa, pandangan, dan kesatuan gerak bagi bangsa Indonesia dalam menghayati dan mengamalkan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan Keppres No. 10/1979, dibentuk badan khusus yang bertugas melaksanakan konsep P-4, yaitu Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (BP-7), mulai dari tingkat pusat sampai pada tingkat Propinsi dan Kabupaten diseluruh Indonesia. Dalam TAP MPR tersebut memuat 36 butir Pancasila, dan dikembangkan menjadi 45 butir oleh BP-7.

            Dalam perjalanan sejarahnya ternyata Ketetapan MPR No. II/1978 kemudian dicabut  yang berarti juga dibatalkannya P-4, dan turut membubarkan BP-7. Sebagai penggantinya kemudian  terbit Keputusan Presiden No. 85/1999 yang melahirkan Badan Pengembangan Kehidupan Bernegara, ditetapkan oleh Presiden BJ Habibie pada 19 Juli 1999, akan tetapi kiprah dan gaungnya tidak begitu banyak kita dengar termasuk hasil-hasil yang secara fundamental dapat memberikan warna terhadap proses pelestarian dan pengamalan Pancasila. Pada masa pemerimtahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dilakukan suatu proses revitalisasi Pancasila paling menonjol tampak pada dilakukannya revisi UU Partai Politik pada 2011. Dalam UU tersebut partai politik wajib melakukan pendalaman “empat pilar berbangsa dan bernegara (Pancasila, UUD Negara RI 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika)”.

            Dalam rangka aktualisasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, pemerintah Republik Indonesia memandang perlu dilakukan pembinaan ideologi Pancasila terhadap seluruh penyelenggara negara yang terencana, sistematis, dan terpadu. Pada 19 Mei 2017 Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2017 tentang berdirinya Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP). Dalam perkembangannya, UKP-PIP disempurnakan dan direvitalisasi secara organisatoris maupun tugas dan fungsinya yang tertuang dalam  Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2017 perlu diganti dengan terbentuknya Badan Pembinaan Idiologi Pancasila (BPIP), pada tanggal 28 Februari 2018, dengan ditanda tanganinya Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2018. Dengan adanya Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2018, maka Peraturan Presiden Nomor: 54 Tahun 2017 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Dengan terjadinya revitalisasi dari bentuk unit kerja menjadi bentuk badan, diharapkan BPIP akan tetap existing walaupun pemerintahannya terus berganti.

            Badan Pembinaan Ideologi Pancasila atau disingkat BPIP adalah lembaga yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden yang memiliki tugas membantu Presiden dalam merumuskan arah kebijakan pembinaan ideologi Pancasila, melaksanakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian pembinaan ideologi Pancasila secara menyeluruh dan berkelanjutan, dan melaksanakan penyusunan standardisasi pendidikan dan pelatihan, menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan, serta memberikan rekomendasi berdasarkan hasil kajian terhadap kebijakan atau regulasi yang bertentangan dengan Pancasila kepada lembaga tinggi negara, kementerian/lembaga, pemerintahan daerah, organisasi sosial politik, dan komponen masyarakat lainnya.

            Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2018, BPIP memiliki tugas membantu Presiden dalam merumuskan arah kebijakan pembinaan ideologi Pancasila, melaksanakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian pembinaan ideologi Pancasila secara menyeluruh dan berkelanjutan, dan melaksanakan penyusunan standardisasi pendidikan dan pelatihan, menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan, serta memberikan rekomendasi berdasarkan hasil kajian terhadap kebijakan atau regulasi yang bertentangan dengan Pancasila kepada lembaga tinggi negara, kementerian/lembaga, pemerintahan daerah, organisasi sosial politik, dan komponen masyarakat lainnya.

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana diatas, BPIP juga memiliki fungsi antara lain:

  1. Perumusan arah kebijakan pembinaan ideologi Pancasila;
  2. Penyusunan garis-garis besar haluan ideologi Pancasila dan peta jalan pembinaan ideologi Pancasila;
  3. Penyusunan dan pelaksanaan rencana kerja dan program pembinaan ideologi Pancasila;
  4. Koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian pelaksanaan pembinaan ideologi Pancasila;
  5. Pengaturan pembinaan ideologi Pancasila;
  6. Pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pengusulan langkah dan strategi untuk memperlancar pelaksanaan pembinaan ideologi Pancasila;
  7. Pelaksanaan sosialisasi dan kerja sama serta hubungan dengan lembaga tinggi negara, kementerian/lembaga, pemerintahan daerah, organisasi sosial politik, dan komponen masyarakat lainnya dalam pelaksanaan pembinaan ideologi Pancasila;
  8. Pengkajian materi dan metodologi pembelajaran Pancasila;
  9. Advokasi penerapan pembinaan ideologi Pancasila dalam pembentukan dan pelaksanaan regulasi;
  10. Penyusunan standardisasi pendidikan dan pelatihan Pancasila serta menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan; dan
  11. Perumusan dan penyampaian rekomendasi kebijakan atau regulasi yang bertentangan dengan Pancasila.

            Sebagai lembaga pendidikan tinggi, UNIKAMA memiliki tugas dan tanggung jawab dalam melestarikan serta memasyarakatkan nilai-nilai Pancasila khususnya dalam kehidupan kampus multikultural karena sebenarnya perguruan tinggi menjadi pusat kajian berbagai kebijakan pemerintah maupun fenomena yang terjadi di masyarakat melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat yang dilakukan kampus bisa bersinergi dengan pengamalan Pancasila. Pendirian Pusat Studi Pancasila dan Multikultural (PSPM) Universitas Kanjruhan Malang tertuang dalam  Surat Keputusan Ketua PPLP-PT. PGRI Malang Nomor 635.A/SK/I.PPLP-PT.PGRI/ML/XI.2017, tanggal 15 Nopember 2017 tentang Pusat Studi Pancasila dan Multikultural (PSPM) Universitas Kanjuruhan Malang.

            Mengapa dibentuk Pusat Studi Pengamalan Pancasila ? Secara khusus kita menyadari Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia, sudah dilakukan, tetapi dari sisi pengamalan atau tindakan, menurut kita masih perlu banyak contoh masyarakat bagaimana mengamalkan Pancasila itu. Selama ini banyak keraguan tentang Pancasila maka dibentuklah Pusat Studi Pancasila dan Multikultural (PSPM) Universitas Kanjuruhan Malang yang peresmiannya dilakukan Kapala Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila oleh  bapak Yudi Latif, Ma., Ph.D, pada tanggal 23 Nopember 2017.

            Akhir-akhir ini, intensitas dan ekstensitas konflik sosial di tengah-tengah masyarakat terasa kian meningkat. Terutama konflik sosial yang bersifat horisontal, yakni konflik yang berkembang di antara anggota masyarakat, meskipun tidak menutup kemungkinan  timbulnya konflik berdimensi vertikal, yakni antara masyarakat dan negara. Sebagai masyarakat yang pluralis,  tidak menutup mata bahwa selama ini kemajemukan yang kita miliki belum mampu meningkatkan kohesivitas sebagai bangsa yang demokratis dan bertanggung jawab.

            Kesadaran kolektif yang senantiasa dapat merajut keanekaragaman itu menampakkan suatu ikatan yang semakin melemah. Solidaritas sosial yang menjadi salah satu jati diri bangsa ini sudah mulai terusik oleh sikap individualistik dan  etnosentrisme yang berlebihan. Adanya fenomena sosial yang memiliki kecenderungan akan munculnya disintegrasi bangsa. Hal ini mulai nampak pada kurangnya kesepakatan normatif yang menjadi komitmen  kita sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat, khususnya berkaitan dengan komitmen untuk mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdasarkan Pancasila.

            Multikulturalisme, adalah sebuah fahan/aliran yang mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara individual maupun secara kebudayaan. Indonesia adalah sebuah masyarakat yang berdasarkan pada ideologi multikulturalisme atau bhinneka tunggal ika, yang melandasi corak struktur masyarakat Indonesia pada tingkat nasional dan lokal.

            Saya Pancasila, saya Indonesia, salam Pancasila, bukan sekedar jargon semata. Ini mengingatkan kita kembali falsafah Pancasila. Dimana nilai-nilai Pancasila sangat komprehenshif dan substantif dalam implementasi kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila sebagai ruh kehidupan yang multikultural dipandang penting dalam dunia pendidikan akhir-akhir ini. Pendidikan bukan hanya sekedar transfer knowledge, namun lebih membangkitkan kesadaran kolektif dalam berbangsa dan bernegara.

            Pendidikan multikultural yang sudah mulai dikembangkan dibeberapa sekolah maupun perguruan tinggi cukup masif sekalipun secara legal formal belum masuk di dalam kurikulum pendidikan kita. Namun di perguruan tinggi yang memiliki otonomi sudah mulai mengembangkan pendekatan multikultural sebagai nafas pendidikan dewasa ini, termasuk Universitas Kanjuruhan Malang (UNIKAMA) yang sudah mengembangkan model pendidikan multikultural. Multikulturalisme sebagai wajah masa lalu, masa kini, dan masa depan Indonesia harus mendapatkan perhatian serius dari dunia pendidikan. Unikama sebagai entitas pendidikan tinggi memiliki tanggungjawab moral untuk melahirkan generasi masa depan sebagai mengawal ideologi bangsa dalam melestarikan kekayaan bangsa kita melalui pola pendidikan yang holistik. Melalui pola pendidikan ini yang kemudian tercermin dalam Matakuliah Jati Diri Kanjuruhan (PJDK) yang diharapkan bisa memberikan bekal dan memperkaya khasanah pengetahuan terutama dalam merawat nilai-nilai kebangsaan (keberagaman) dimasa yang akan datang.

            Untuk itulah, dalam rangka meneguhkan kembali UNIKAMA sebagai kampus multikultural (The Multicultural University) dan menyiapkan lulusan yang memahami nilai-nilai ideologi Pancasila dan keberagaman (multikultural) serta memiliki jiwa nasionalisme yang tinggi untuk mengawal perjalanan bangsa ini, maka dibentuklah suatu unit kerja yang diberi nama Pusat Studi Pancasila dan Multikultural Universitas Kanjuruhan Malang yang kemudian disingkat PSPM UNIKAMA. Sebagai pusat studi tentu memiliki tanggungjawab dan fungsi menjadi nafas perjalanan unit kerja untuk terus melakukan kajian, penelitian, dan pengabdian masyarakat demi menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

2. Visi dan Misi

Visi

Menjadi pusat studi yang profesional dalam mengawal ideologi bangsa (Pancasila) dan keberagaman (multikultural).

Misi

  1. Mengembangkan program-program kebangsaan dalam mendukung Tri Dharma Perguruan Tinggi.
  2. Memberikan layanan kursus dan pelatihan yang berkaitan dengan ideologi bangsa (Pancasia) dan multikulturalisme.
  3. Menjalin kerjasama dengan lembaga pemerintah maupun non pemerintah demi terwujudnya sinergitas dalam menjaga NKRI.
  4. Berperan aktif dalam pemberdayaan masyarakat melalui aktivitas penelitian dan kajian sejenisnya.