Kota Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur dipilih oleh Pemerintah untuk menggelar Parade Pesona Kebangsaan dalam rangkaian Peringatan Hari Lahir Pancasila ke-77. Adapun kegiatan ini dibuka dengan Festival “Pancasila Rumah Kita dari Ende untuk Indonesia”. Ada nostalgia, yang mengantar ingatan kita untuk mengenang saat Soekarno berada dalam pengasingan di Ende. Pohon Kokara dan Sukun menjadi saksinya.
Hubungan antara Soekarno dan Ende di masa lalu terasa menarik untuk ditelusuri secara historis. Yang satu adalah seorang tokoh pergerakan nasional, dan yang satu lagi adalah pulau kecil di Flores yang majemuk dan menarik perhatian pemerintah Hindia Belanda pada awal dasawarsa kedua di abad ke-20. Ende menjadi tempat yang dipilih Belanda agar Soekarno terisolasi dan terasing dari aktivitas politik dan relasi dengan rekan-rekan seperjuangannya di Pulau Jawa. Ia menerima keterasingan, dan memilih untuk merefleksikan Indonesia dari Ende.
Jejak Sejarah Soekarno dan Ende
Soekarno tiba di Ende pada 14 Januari 1934 dengan kapal Jan Van Riebeeck. Ende yang adalah sebuah kota kecil di pesisir selatan Pulau Flores dan merupakan pusat pemerintahan Belanda untuk daerah jajahan Pulau Flores dan pulau-pulau lain disekitarnya. Ende, sebuah kota kecil yang biasa-biasa saja dengan masyarakat yang rutinitas kehidupannya kebanyakan nelayan kecil dan petani kelapa. Kedatangan Soekarno di Ende bukanlah satu peristiwa besar seperti di Jawa, manakala Soekarno tiba di suatu tempat untuk berpidato dan kegiatan politik. Selama di Ende, Soekarno berteman dengan para Misionaris Katolik, termasuk dengan seorang misionaris muda bernama Dr. M. Van Stiphout SVD. Van Stiphout baru menyelesaikan studi doktoral bidang sejarah gereja di Roma (Taufik dan Surjomiharjo, 1985).
Lingkungan Ende tidak memungkinkan Soekarno melakukan kegiatan politik dan diskusi politik secara mendalam. Ada dua kegiatan alternatif yang dilakukan Soekarno dengan kaum terpelajar yaitu Soekarno mengadakan diskusi-diskusi keagamaan, dan dengan rakyat biasa yang banyak buta huruf Soekarno mengadakan pertunjukan sandiwara. Tercatat 12 sandiwara yang dikarang oleh Soekarno dan dipentaskan di Ende. Selama berada di tanah pembuangannya di Ende, Soekarno tidak tinggal diam. Meskipun dilarang dalam kegiatan-kegiatan politik namun Ia tetap berhubungan dan bergaul dengan rakyat. Kepada rakyat Soekarno sering mengucapkan “Merdeka” dan mengatakan sambil menunjuk kepada anak-anak kecil bahwa: “Anak-anak inilah nanti yang harus mengenyam kemerdekaan”. Soekarno sering mengajarkan pada rakyat sejarah kebesaran nenek moyang kita di masa lampau, untuk membangkitkan semangat berjuang melenyapkan penjajahan serta mencapai kemerdekaan.
Di Ende, Soekarno membuat toneel (naskah drama) dengan nama: “Kelimoetoe” (telaga tiga warna). Kegemaran Soekarno semasa dalam pembuangannya di Flores ialah pergi ke mana-mana dengan membawa biola. Lagu-lagu yang paling sering dibawakannya dengan biola ialah “Rayuan Pulau Kelapa” dan “Indonesia Raya”. Perlu diketahui, bahwa biola Soekarno beserta barang milik lainnya kini tetap disimpan di Museum Flores. Selain itu, di Ende inilah Soekarno secara giat dan tekun mulai belajar Agama Islam dengan berjalan-jalan, membaca buku-buku tentang Islam dan ke-Islaman, sebagaimana dapat diketahui dari Surat-surat Islam dari Ende yang dikirimkannya kepada seorang ulama yang bernama A. Hasan di Bandung yang merupakan Ketua Persatuan Islam. Surat-menyurat ini kemudian dikenal sebagai “Surat-surat Islam dari Ende”. Adapun surat-surat tersebut berisi kritik dan kupasan mengenai keadaan kehidupan Islam serta Umatnya, masalah-masalah sosial, pendidikan Islam, Politik kenegaraan dalam Islam dan lain sebagainya (Dhakidae, 2013).
Sebelum meninggalkan Flores, Soekarno pernah menanam Pohon Kokara, yaitu sejenis pohon yang berdaun lima. Kemudian oleh Soekarno, pohon tersebut diberi nama “Pohon Pancasila”. Di bawah pohon Sukun itu Soekarno merenungkan kemungkinan dasar negara yang kemudian diberi nama Pancasila. Lingkungan alam dan masyarakat Ende yang multikultural telah mempengaruhi alam pikir Soekarno muda untuk mencita-citakan sebuah negara merdeka yang berdasarkan Pancasila.
Nostalgia dan Peringatan Harlah Pancasila
Apakah nostalgia dari relasi Soekarno dan Ende itu coba dihadirkan kembali dalam Harlah Pancasila? Soal tempat secara de facto, ya. Ada di Ende. Karena putusan dari Pemerintah Republik Indonesia pada upacara peringatan Hari Lahir Pancasila tahun 2022 dilakukan secara terpusat di Lapangan Pancasila Ende, Kelurahan Kotaraja, Kecamatan Ende Utara, Kabupaten Ende, Provinsi Nusa Tenggara Timur pada Rabu, 1 Juni 2022 pukul 08.00 WITA secara luring dan daring. Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudian Wahyudi memastikan upacara diadakan di Ende dalam Surat Edaran No.4 Tahun 2022 tentang Pedoman Peringatan Hari Lahir Pancasila Tahun 2022 tertanggal 13 Mei 2022. Upacara akan dihadiri Presiden, Wakil Presiden, pimpinan lembaga negara, kementerian/lembaga, pemerintahan daerah provinsi, kabupaten/kota, perwakilan negara sahabat di Indonesia, perwakilan Republik Indonesia di luar negeri, dan para tokoh serta seluruh tamu undangan secara luring dan daring.
Upacara Harlah Pancasila akan disiarkan secara langsung pukul 08.00 WITA sampai selesai melalui saluran di kanal Youtube BPIP, laman Facebook BPIP, Instagram BPIP, dan siaran TV Nasional. Karena itu, BPIP mengimbau lembaga negara, kementerian/lembaga, Tentara Nasional Indonesia, Bank Indonesia, kejaksaan, kepolisian, perwakilan Republik Indonesia di luar negeri, pemerintahan daerah, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, kampus, sekolah negeri dan swasta serta masyarakat di seluruh wilayah Indonesia untuk mengikuti upacara dari kantor/ruang kerja/rumah/tempat tinggal masing-masing dengan tetap mematuhi protokol pencegahan Covid-19. BPIP juga mengimbau agar seluruh komponen masyarakat Indonesia mengibarkan Bendera Merah Putih selama satu hari pada tanggal 1 Juni 2022.
Namun, bila ditautkan pada nostalgia, kita tampaknya perlu melihat kembali peristiwa di masa lalu dengan melakukan refleksi. Refleksi yang bisa jadi sama dengan yang dilakukan Soekarno. Ia diasingkan. Namun dalam masa pengasingan itu, ia memikirkan Indonesia dari berteman dengan keterasingan, berdiskusi dengan misionaris, mengasah jiwa seni melalui toneel, belajar keislaman, berjalan-jalan, melihat anak-anak, dan menikmati dan mendapatkan inspirasi dari alam (Pohon Kokara dan Pohon Sukun). Dari proses refleksi inilah, inspirasi tentang dasar falsafah negara lahir, yaitu Pancasila. Selamat hari lahir Pancasila!
Senin, 30 Mei 2022
Pusat Studi Pancasila dan Multikulturalisme
Lampiran
Susunan acara Upacara Peringatan Hari Lahir Pancasila Tahun 2022 sebagai berikut :